Kamis, 15 November 2012

puisi Nai

-->
MENAFSIRIMU DI BERANDA HATIKU
Karya Nailiya Nikmah JKF


Setelah membaca Sungai Kenangan

Tanpa kau tahu
Ku telan air kolam doa
yang kau tawas dengan tuba air mata[1]

Irisan malam
yang pernah kunikmati bersama segelas asa
menyisakan remah-remah luka di beranda hatiku

Aku takut padamu
Sebab tanganmu bertuah[2]
Kau sihir aku dengan mantra
Mungkin pula kau kirim parang maya

Tanpa kau tahu
Ku tafsiri luka-luka
Lewat gemerisik daun yang ditiup angin

Ingui musim telah berganti
Tapi kau tak pernah pulang
(mungkin karena tak mau dan tak rindu)[3]









Catatan:
Entah apa namanya, puisi ini terinspirasi oleh beberapa puisi dalam buku Sungai Kenangan. Jadi, kupikir untuk dapat meresapinya, bacalah dulu puisi-puisi tersebut.





RITUAL CINTA
Karya Nailiya Nikmah JKF

Aku membacamu
di pelukan malam-malam
lalu ku anyam purun cinta yang ganjil
bersama sepuluh tangkai mawar yang tak lagi mekar
Ku lafazkan dirimu di seluruh aliran darahku

Aku membacamu
di keheningan subuh-subuh
lalu kularutkan seabu rindu yang kubakar sepi-sepi
bersama tiga puluh dua kuntum melati yang tak lagi wangi
Ku eja dirimu di setiap detak jantungku

Aku membacamu
di keramaian petang-petang
lalu kubunyikan alarm, tanda luka telah tiba
bersama ribuan walet yang pulang ke sarang
Ku tahfizkan dirimu di segala penjuru kalbuku

Inilah ritual cinta
yang kulakoni
di panggung dramamu
menunggu tepuk tangan hadirin
lalu pulang membawa sesalan




















AKU DAN GERIMIS
Karya Nailiya Nikmah JKF

Mengantarmu sore itu
umpama mengiriskan sembilu ke garis nadi
Bersama gerimis
kulambaikan tangis
sambil merapal seratus doa
Kiranya engkau terlukis

Aku mengukur gerimis
Menghalau bayangmu dari kota romantis
Ah, sayang
Kita bertemu di pagi yang landau
Hingga begitulah,
Sambil berjalan di bawah gerimis
Aku tak dapat lagi
mengenali air mataku





























[1] Lihat  puisi Aliman Syahrani yang berjudul “Tafsir Luka”: … diam-diam kutawas kolam doa dengan tuba air mata/ kusulam luka dengan benang suka/sebab konon cinta tak mesti bicara

[2] Lihat puisi M. Nahdiansyah Abdi yang berjudul “Tempat Tinggal Penyair” : … Jangan menghina penyair/Seberapa belepotan pun sajak-sajaknya// Tangannya bertuah … 

[3]Lihat puisi M. Nahdiansyah Abdi yang berjudul “Tempat Tinggal Penyair” : …   - tentu jika mereka mau/dan rindu