MENAFSIRIMU DI BERANDA HATIKU
Karya Nailiya Nikmah JKF
Setelah membaca Sungai
Kenangan
Tanpa kau tahu
Ku telan air kolam doa
yang kau tawas dengan tuba air mata[1]
Irisan malam
yang pernah kunikmati bersama segelas asa
menyisakan remah-remah luka di beranda hatiku
Aku takut padamu
Sebab tanganmu bertuah[2]
Kau sihir aku dengan mantra
Mungkin pula kau kirim parang
maya
Tanpa kau tahu
Ku tafsiri luka-luka
Lewat gemerisik daun yang ditiup angin
Ingui musim telah
berganti
Tapi kau tak pernah pulang
(mungkin karena tak mau dan tak rindu)[3]
Catatan:
Entah apa namanya, puisi ini
terinspirasi oleh beberapa puisi dalam buku Sungai Kenangan. Jadi, kupikir
untuk dapat meresapinya, bacalah dulu puisi-puisi tersebut.
RITUAL CINTA
Karya Nailiya Nikmah JKF
Aku membacamu
di pelukan malam-malam
lalu ku anyam purun cinta yang
ganjil
bersama sepuluh tangkai mawar yang
tak lagi mekar
Ku lafazkan dirimu di seluruh
aliran darahku
Aku membacamu
di keheningan subuh-subuh
lalu kularutkan seabu rindu yang
kubakar sepi-sepi
bersama tiga puluh dua kuntum
melati yang tak lagi wangi
Ku eja dirimu di setiap detak
jantungku
Aku membacamu
di keramaian petang-petang
lalu kubunyikan alarm, tanda luka
telah tiba
bersama ribuan walet yang pulang
ke sarang
Ku tahfizkan dirimu di segala
penjuru kalbuku
Inilah ritual cinta
yang kulakoni
di panggung dramamu
menunggu tepuk tangan hadirin
lalu pulang membawa sesalan
AKU DAN GERIMIS
Karya Nailiya Nikmah JKF
Mengantarmu sore itu
umpama mengiriskan sembilu ke
garis nadi
Bersama gerimis
kulambaikan tangis
sambil merapal seratus doa
Kiranya engkau terlukis
Aku mengukur gerimis
Menghalau bayangmu dari kota romantis
Ah, sayang
Kita bertemu di pagi yang landau
Hingga begitulah,
Sambil berjalan di bawah gerimis
Aku tak dapat lagi
mengenali air mataku
[1] Lihat puisi
Aliman Syahrani yang berjudul “Tafsir Luka”: … diam-diam kutawas kolam doa
dengan tuba air mata/ kusulam luka dengan benang suka/sebab konon cinta tak
mesti bicara
[2] Lihat puisi M. Nahdiansyah Abdi yang berjudul “Tempat
Tinggal Penyair” : … Jangan menghina penyair/Seberapa belepotan pun sajak-sajaknya// Tangannya bertuah …
[3]Lihat puisi M. Nahdiansyah Abdi yang berjudul “Tempat
Tinggal Penyair” : … - tentu jika mereka mau/dan rindu –